Jalan-jalan ke blog Mahasiswa peduli mangrove Kesemat, jadi sedih melihat cerita bahwa sebagian masyarakat kita harus bersusah payah berjibaku dengan air laut. Rumah mereka terendam, dan area pemakaman yang sakral digenangi air. berikut adalah cerita yang saya ambil dari posting Kesemat
KeSEMaTBLOG. Memprihatinkan! Menyedihkan! Mengenaskan! Itulah yang terlintas di pikiran kami, ketika para KeSEMaTERS sampai di suatu perkampungan yang tidak jauh dari kota Semarang. Dibalik hiruk pikuk keramaian di kota itu, ternyata ada sebuah desa di daerah perbatasan Semarang-Demak yang keadaannya sungguh memprihatinkan. Morosari, Demak adalah kawasan wisata pesisir yang menyimpan banyak cerita. Namun, bukanlah cerita yang menggembirakan, melainkan cerita menyedihkan. Kunjungan kami ke kampung ini, adalah dalam rangka pencarian buah Api-api, untuk persiapan program konservasi mangrove KeSEMaT bernama MANGROVE REpLaNT (MR) 2009.
Sebuah perkampungan yang dulunya sejahtera dengan segala aktivitas masyarakatnya, kini menjadi perkampungan rawa-rawa yang membuat siapapun yang menyambanginya, akan berpikiran seperti masuk ke dalam sebuah kampung pedalaman yang jauh dari peradaban!
Hanya ada sekitar 5 Kepala Keluarga (KK) yang masih bertahan, tinggal di kampung ini. Adalah keluarga Bapak Saman, salah satu KK yang masih tinggal di sana, seorang nelayan yang kini hampir kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayan, karena dampak abrasi yang begitu hebatnya. Tambaknya hilang dan rumahnya terendam air laut setinggi satu meter, yang kemudian memaksanya untuk merenovasi rumahnya menjadi rumah panggung, supaya masih bisa ditinggali.
Tidak mudah untuk masuk ke dalam perkampungan kecil ini. Kami dihadapkan pada jalan setapak yang sangat licin dan hanya dapat dilalui oleh satu orang saja. Hal ini, membuat salah satu KeSEMaTERS tergelincir dan jatuh terjerembab hingga dua kali, ke dalam lumpur di pinggiran jalan.
Bukan hanya rumah-rumah penduduk yang terendam (lihat foto di atas), tetapi juga masjid dan pemakaman (baca: kuburan). Namun demikian, masjid masih nampak kokoh berdiri, ditengah hantaman gelombang pasang. Masjid ini, masih dimanfaatkan penduduk untuk tempat beribadah. Sedangkan untuk pemakaman, kami khawatir jasad warga Morosari yang dikubur, ikut hanyut dan terendam air laut. Astagfirullah!
Semua peristiwa di atas ini, bukan semata-mata dikarenakan kesalahan alam saja, tetapi lebih dari itu, keperananan manusia, benar-benar dipertanyakan dan diuji untuk meningkatkan kesadarannya terhadap lingkungan pesisir, terutama mangrove.
Penebangan pohon mangrove merupakan salah satu penyebab terjadinya abrasi di daerah Morosari Demak, ini. Pembukaan lahan tambak tanpa memperhatikan keberlangsungan ekosistem mangrove dapat berakibat fatal seperti ini. Manusia, hanya mementingkan kepentingan sesaat, tanpa memikirkan keberlanjutannya, di jangka panjangnya. Memang, terkadang perlu sebuah bencana untuk menyadarkan manusia, supaya sadar terhadap lingkungan pesisirnya.
Mengingat kasus mengenaskan di atas ini, kami jadi sedih, apabila Rekan-rekan kami, di seluruh Indonesia dan dunia, masih saja tidak tahu apa fungsi dan manfaat mangrove bagi daerah pesisirnya.
referensi : http://kesemat.blogspot.com/2009/07/kisah-sedih-desa-morosari-demak-rumah.html
KeSEMaTBLOG. Memprihatinkan! Menyedihkan! Mengenaskan! Itulah yang terlintas di pikiran kami, ketika para KeSEMaTERS sampai di suatu perkampungan yang tidak jauh dari kota Semarang. Dibalik hiruk pikuk keramaian di kota itu, ternyata ada sebuah desa di daerah perbatasan Semarang-Demak yang keadaannya sungguh memprihatinkan. Morosari, Demak adalah kawasan wisata pesisir yang menyimpan banyak cerita. Namun, bukanlah cerita yang menggembirakan, melainkan cerita menyedihkan. Kunjungan kami ke kampung ini, adalah dalam rangka pencarian buah Api-api, untuk persiapan program konservasi mangrove KeSEMaT bernama MANGROVE REpLaNT (MR) 2009.
Sebuah perkampungan yang dulunya sejahtera dengan segala aktivitas masyarakatnya, kini menjadi perkampungan rawa-rawa yang membuat siapapun yang menyambanginya, akan berpikiran seperti masuk ke dalam sebuah kampung pedalaman yang jauh dari peradaban!
Hanya ada sekitar 5 Kepala Keluarga (KK) yang masih bertahan, tinggal di kampung ini. Adalah keluarga Bapak Saman, salah satu KK yang masih tinggal di sana, seorang nelayan yang kini hampir kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayan, karena dampak abrasi yang begitu hebatnya. Tambaknya hilang dan rumahnya terendam air laut setinggi satu meter, yang kemudian memaksanya untuk merenovasi rumahnya menjadi rumah panggung, supaya masih bisa ditinggali.
Tidak mudah untuk masuk ke dalam perkampungan kecil ini. Kami dihadapkan pada jalan setapak yang sangat licin dan hanya dapat dilalui oleh satu orang saja. Hal ini, membuat salah satu KeSEMaTERS tergelincir dan jatuh terjerembab hingga dua kali, ke dalam lumpur di pinggiran jalan.
Bukan hanya rumah-rumah penduduk yang terendam (lihat foto di atas), tetapi juga masjid dan pemakaman (baca: kuburan). Namun demikian, masjid masih nampak kokoh berdiri, ditengah hantaman gelombang pasang. Masjid ini, masih dimanfaatkan penduduk untuk tempat beribadah. Sedangkan untuk pemakaman, kami khawatir jasad warga Morosari yang dikubur, ikut hanyut dan terendam air laut. Astagfirullah!
Semua peristiwa di atas ini, bukan semata-mata dikarenakan kesalahan alam saja, tetapi lebih dari itu, keperananan manusia, benar-benar dipertanyakan dan diuji untuk meningkatkan kesadarannya terhadap lingkungan pesisir, terutama mangrove.
Penebangan pohon mangrove merupakan salah satu penyebab terjadinya abrasi di daerah Morosari Demak, ini. Pembukaan lahan tambak tanpa memperhatikan keberlangsungan ekosistem mangrove dapat berakibat fatal seperti ini. Manusia, hanya mementingkan kepentingan sesaat, tanpa memikirkan keberlanjutannya, di jangka panjangnya. Memang, terkadang perlu sebuah bencana untuk menyadarkan manusia, supaya sadar terhadap lingkungan pesisirnya.
Mengingat kasus mengenaskan di atas ini, kami jadi sedih, apabila Rekan-rekan kami, di seluruh Indonesia dan dunia, masih saja tidak tahu apa fungsi dan manfaat mangrove bagi daerah pesisirnya.
referensi : http://kesemat.blogspot.com/2009/07/kisah-sedih-desa-morosari-demak-rumah.html
Jadi ikut prihatin nih....
BalasHapusSiapa yang bertanggungjawag atas semua itu??
Adakah pihak pemerintah Demak memperhatikan para warga yang menjadi korban???
enw, trima kasih udah mampir di blog saya. Trimakasih atas sarannya. FB-nya panjenengan udah kulo add.
:D
wuah sekecil apapun harusnya pemerintah setempat harus bertanggung jawab donk boss
BalasHapusdoh, semoga saja makin banyak warga emak yang peduli pada lingkunga, sehingga meski rusak ndak sampai menimbulkan korban. semoga secepatnya bisa teratas,. mas muntaha.
BalasHapushm... syerem juga ya kalau jasadnya kebawa ke laut...
BalasHapus@ moh kharis..
BalasHapustentu saja yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah. tapi sebagai masyarakat yang punya jiwa sosial, tetangga dekat juga tidak boleh menutup mata.
@jaloee
insya allah pemerinta ikut ngurusi, meski dengan berbagai "kendala"
@sawalii amin.... moga
@quinie.. iya jadi berimajinasi yang mengerikan.